Sertifikasi Guru: Fakta dan Harapan, Apa Maksudnya?

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Sahabat SekolahSD.com dimanapun berada kali ini kita akan membahas tentang sertifikasi guru serta seperti apa fakta dan harapan seperti yang di Ungkapkan oleh Dr. H.M.Mugni sn. M.Pd.M.Kom dalam sebuah buku yang telah di tulisnya, mari baca dengan seksama semoga mendapatkan pengetahuan lebih luas tentang sertifikasi menurut pandangan para ahli. 
Untuk memaksimalkan keterlibatan guru dalam seluruh proses pendidikan, pemerintah bersama wakil rakyat atas perjuangan PGRI telah mengundangkan Undang-Undang Guru dan Dosen Nomor 14 tahun 2005 sebagai implementasi dari Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sisdiknas. Bab IV pasal 8 Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 menegaskan bahwa guru wajib memiliki kualifikasi akademmik, kompetensi, sertifikasi pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Pasal 9 menegaskan bahwa kualifikasi akademik meliputi pendidikan tinggi program sarjana atau program diploma empat. Dalam pasal 10 ditegaskan bahwa kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Pasal 13 menegaskan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah wajib menyediakan anggaran untuk meningkatkan kualifikasi akademik dan sertifikat pendidik bagi guru dalam jabatan yang diangkat oleh pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat. Dalam pasal 14 ditegaskan bahwa dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berhak memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial. Lebih lanjut dalam pasal 15 ayat 1 diuraikan bahwa penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta penghasilan lain berupa tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, dan maslahat tambahan yang terkait dengan tugasnya sebagai guru yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi. 
com dimanapun berada kali ini kita akan membahas tentang sertifikasi guru serta seperti ap Sertifikasi Guru: Fakta dan Harapan, Apa Maksudnya?
Sumber : Buku Karya Dr. H.M.Mugni sn., M.Pd.M.Kom
Kini proses sertifikasi guru sudah dimulai dan cukup banyak guru yang sudah lulus, baik lulus murni maupun lulus mengikuti pelatihan sertifikasi. Departemen Pendidikan Nasional telah mengeluarkan panduan penyusunan portofolio sertifikasi guru dalam jabatan tahun 2007. Portofolio ini pada hakekatnya adalah self evalution bagi guru yang meliputi (1) kualifikasi akademik (2) pendidikan dan Pelatihan (3) pengalaman mengajar, (4) perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, (5) penilaian dari atasan dan pengawas, (6) prestasi akademik, (7) karya pengembangan profesi, (8) keikutsertaan dalam forum ilmiah, (9) pengalaman organisasi di bidang pendidikan dan sosial, dan (10) penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan. 
Lalu, Apa Sertifikasi itu?

Sertifikasi guru pada hakikatnya adalah proses yang harus dilalui oleh seorang guru/calon guru supaya menjadi profesional. Profesional menghendaki terlibatnya tiga hal, yakni knowledge, skill, and human relation. Guru profesional akan mampu mengantar dunia pendidikan dalam merealisasikan tujuan pendidikan nasional, tujuan jangka pendek, menengah, dan tujuan jangka panjang. Tugas utama guru adalah merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi, dan membina hubungan manusiawi. Guru harus mempunyai pengetahuan tentang bidang ilmu yang diajarkan, guru harus terampil merencanakan pembelajaran, terampil melaksanakan pembelajaran, dan mampu membina hubungan dengan lingkungan, baik vertikal maupun horizontal karena pendidikan menghendaki keterlibatan tenaga kependidikan, murid, orang tua/masyarakat, dan pemerintah. Guru harus mampu membina hubungan baik dengan komponen-komponen tersebut. Pada dasarnya, portofolio sebagai instrume sertifikasi untuk mengevaluasi tiga hal yang harus ada dalam setiap jabatan profesi, seperti dokter, harus alumni fakultas kedokteran, harus terampil melaksanakan tugas dan mampu berkomunikasi dengan pasien. Bila komunikasi tidak lancar, bukannya pasien menjadi sehat, malah semakin sakit. Disamping itu, kesehatan juga perilaku, maka hubungan manusiawi menjadi sangat penting. 
Jabatan guru adalah profesi yang tak ubahnya seperti dokter. Guru bertugas mengobati penyakit rohani, sedangkan dokter mengobati penyakit fisik. Oleh karena itu, sangatlah wajar bila jabatan guru ditetapkan sebagai jabatan profesi. Proses ke arah itu sudah dilaksanakan dengan dimulainya proses sertfikasi pada guru-guru yang berada dalam jabatan. Akan tetapi, satu hal yang perlu direnungkan adalah sertifikasi guru bertujuan untuk meningkatkan kualitas guru yang  berujung pada peningkatan kualitas penyelenggaraaan pendidikan. Sebagai implikasi dari kualitas ini, guru akan mendapatkan kesejahteraan yang lebih. ini adalah sunatullah bahwa yang bekerja benar, maka penghargaan pasti akan lebih. Tinggal sekarang pertanyaan apakah guru-guru kita selama ini telah melaksanakan aktivitas pendidikan dengan benar? untuk menjawab pertanyaan ini, maka keberadaan tim verifikasi berkas portofolio yang diajukan oleh guru sangatlah penting. Salah satunya di NTB, telah menetapkan Universitas Mataram (Unram) dan Institut Agama Islam Negeri sebagai LPTK penyelenggara sertifikasi. Dimanakah Posisi Dinas Pendidikan? Apakah hanya sebagai terminal tanpa mempunyai wewenang untuk memverifikasi berkas? seharusnya Dinas Pendidikan memverfikasi dulu berkas yang diajukan oleh para guru, baru dilanjutkan ke instansi penyelenggara sertifikasi. Hal ini harus diupayakan dengan argumentasi yang meyakinkan. 
Guru jangan dulu tergiur dengan implikasi dari sertifikasi, tetapi yang utama adalah merealisasikan tujuan sertifikasi. PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar Pendidikan mengamanatkan bahwa kualifikasi akademik seorang guru minimal S1 atau D4. Dalam mengikuti pendidikan, guru jangan hanya mengejar sertifikasi formal (Ijazah S1 atau D4) dengan mengabaikan proses. Dalam dunia pendidikan, proseslah yang paling utama. dengan proses ini, wawasan seseorang akan menjadi bertambah. Jangan gelarnya sarjana, tetapi tidak mengetahui istilah SKS, KRS dan lain-lain. Bila ini yang terjadi, sungguh menyedihkan. Tetapi mungkin ada guru-guru kita yang mengikuti pendidikan S1 dari D2, bahkan mengikuti S2 misalnya, sebelum masuk kuliah mereka bertanya "Berapa lama kita selesai, apa bisa satu tahun" mengapa pertanyaannya begitu? itu karena mereka ingin cepat selesai, mendapat gelar sarjana dengan proses asal-asalan atau bila perlu tanpa proses dan sedikit juga iaya kuliah yang harus dibayar karena waktunya pendek. padahal dalam dunia pendidikan tinggi, S1 minimal 8 semester dan S2 minimal 4 semester. Bila waktu diperpendek, pasti terjadi rekayasa yang mengabaikan proses. dengan gelar sarjana yang diperoleh, maka satu persyaratan untuk sertifikasi sudah terpenuhi. Disamping itu, sering juga guru-guru kita mengikuti kegiatan ilmiah, seperti seminar dengan tujuan mendapatkan sertifikat dan sering kali mengabaikan proses. Mereka sekedar ikut-ikutan, bahwan menitipkan pendaftaran pada teman, Fakta-fakta ini yang menjawab tujuan sertifikasi. Untuk itu, verifikasi semua berkas dan uji kelayakan dalam sertifikasi menjadi instrumen yang tidak boleh ditawar. sebenarnya peningkatan kualifikasi akademik termasuk proses sertifikasi guru yang ada dalam jabatan menjadi tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah sebagaimana tercantum dalam pasal 13 Undang-Undang Guru dan Dosen. Oleh karena itu, lebih baik guru-guru bersabar untuk meningkatkan kualifikasi akademik dengan anggaran pemerintah supaya proses menjadi dihargai dan akhirnya sertifikasi menjadi benar-benar bermakna. 

Sekian artikel yang dapat kami bagikan kepada sahabat-sahbat fopsiwanasaba.com semoga paparan diatas menjadikan wawasan kita terhadap memahami sertifikasi yang sesungguhnya. 

Jangan lupa dishare ya.
Wassalamu'alaikum Wr..Wb.

0 Response to "Sertifikasi Guru: Fakta dan Harapan, Apa Maksudnya?"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel